BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perkembangan ekonomi yang cepat,
perampingan perusahaan, PHK, dan bangkrutnya beberapa perusahaan sebagai akibat
dari krisis yang berkepanjangan telah menimbulkan dampak yang sangat merugikan
bagi ribuan bahkan jutaan tenaga kerja.
Mereka harus rela dipindahkan ke bagian yang sangat tidak mereka kuasai dan tidak tahu berapa lagi mereka akan dapat bertahan atau diperkerjakan. Selain itu mereka harus menghadapi boss baru, pengawasan yang ketat, tunjangan kesejahteraan berkurang dari sebelumnya, dan harus bekerja lebih lama dan lebih giat demi mempertahankan status sosial ekonomi keluarga. Para pekerja di setiap level mengalami tekanan dan ketidakpasitan. Situasi inilah yang sering kali memicu terjadinys stres kerja.
Mereka harus rela dipindahkan ke bagian yang sangat tidak mereka kuasai dan tidak tahu berapa lagi mereka akan dapat bertahan atau diperkerjakan. Selain itu mereka harus menghadapi boss baru, pengawasan yang ketat, tunjangan kesejahteraan berkurang dari sebelumnya, dan harus bekerja lebih lama dan lebih giat demi mempertahankan status sosial ekonomi keluarga. Para pekerja di setiap level mengalami tekanan dan ketidakpasitan. Situasi inilah yang sering kali memicu terjadinys stres kerja.
Banyak hasil penelitian menemukan adanya
kaitan sebab-akibat antara stres dengan penyakit, seperti jantung, gangguan
pencernaan, darah tinggi, maag, alergi, dan beberapa penyakit lainnya. Oleh
karena itu perlu kesadaran penuh setiap orang untuk mempertahankan tidak hanya
kesehatan dan keseimbangan fisik saja, tetapi juga psikisnya.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa itu konflik kerja?
2. Apa saja penyebab-penyebab konflik
kerja?
3. Apa saja jenis-jenis konflik kerja?
4. Bagaimana cara mengatasi konflik
kerja?
C.
Tujuan Penulisan
Dengan
melihat rumusan masalah yang telah ditulis diatas maka penulis dapat
menyimpulkan beberapa tujuan dari penulisan makalah ini antara lain :
1. Untuk mengetahui apa itu konflik
kerja
2. Untuk mengetahui apa saja penyebab-penyebab
konflik kerja
3. Untuk mengetahui apa saja
jenis-jenis konflik kerja
4. Untuk mengetahui bagaimana cara
mengatasi konflik kerja
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konflik Kerja
Konflik
berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara
sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau
lebih ( bisa juga kelompok ) di mana salah satu pihak berusaha menyingkirkan
pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik
merupakan kondisi yang terjadi ketika dua pihak atau lebih menganggap ada
perbedaan posisi yang tidak selaras, tidak cukup sumber dan tindakan salahsatu
pihak menghalangi, atau mencampuri atau dalam beberapa hal membuat tujuan pihak
lain kurang berhasil.
Tidak
satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau
dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan
hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik
dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu
interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut di antaranya adalah menyangkut ciri
fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya.
Dengan dibawa ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan
situasi yang wajar dalam setiap masyarakat Konflik bertentangan dengan
integrasi. Konflik dan integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat.
Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. Sebaliknya, integrasi yang
tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
Konflik
biasanya timbul dalam organisasi sebagai hasil adanya masalah–masalah
komunikasi, hubungan pribadi, atau struktur organisasi. Konflik adalah segala
macam interaksi pertentangan antara dua pihak atau lebih. Konflik organisasi
(organizational conflict) adalah ketidaksesuaian antara dua atau lebih
anggota–anggota atau kelompok–kelompok organisasi yang timbul karena adanya
kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya–sumber daya yang terbatas atau
kegiatan–kegiatan kerja dan atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai
perbedaan status, tujuan, nilai, atau persepsi.
Konflik
adalah suatu pertentangan yang terjadi antara apa yang diharapkan oleh
seseorang terhadap dirinya, orang lain, organisasi dengan kenyataan apa yang
diharapkannya.
B. Penyebab-Penyebab Konflik Kerja
1. Komunikasi : salah pengertian yang berkenaan
dengan kalimat, bahasa yang sulit dimengerti, atau informasi yang tidak
lengkap, serta gaya individu manajer yang tidak konsisten.
2. Struktur
: pertarungan kekuasaaan antar departemen dengan kepentingan–kepentingan atau sistem
penilaian yang bertentangan, persaingan untuk memperebutkan sumber daya–sumber
daya yang terbatas, atau saling ketergantungan dua atau lebih kelompok–
kelompok kegiatan kerja untuk mencapai tujuan mereka.
3. Pribadi
: ketidaksesuaian tujuan atau nilai–nilai sosial pribadi karyawan dengan
perilaku yang diperankan pada jabatan mereka, dan perbedaan dalam nilai–nilai
persepsi.
Penyebab terjadinya konflik dalam
organisasi, antara lain :
1. Koordinasi
kerja yang tidak dilakukan.
2.
Ketergantungan dalam pelaksanaan tugas.
3. Tugas
yang tidak jelas ( tidak ada deskripsi jabatan ).
4. Perbedaan
dalam otorisasi pekerjaan.
5.
Perbedaan dalam memahami tujuan organisasi.
6. Perbedaan
persepsi.
7. Sistem
kompetensi insentif ( reward ).
8. Strategi
pemotivasian tidak tepat.
Dalam
kehidupan organisasi, pendapat tentang konflik dapat dilihat dari 3 sudut
pandang, yaitu :
1. Pandangan
tradisional, berpendapat bahwa konflik merupakan sesuatu yang diinginkan dan
berbahaya bagi kehidupan organisasi.
2. Pandangan
perilaku, berpendapat konflik merupakan suatu kejadian atau peristiwa yang
biasa terjadi dalam kehidupan organisasi, yang biasa bermanfaat ( konflik
fungsional ) dan bisa pula merugikan organisasi ( konflik disfungsional ).
3.
Pandangan interaksi, berpendapat bahwa konflik merupakan suatu peristiwa yang
tidak dapat terhindarkan dan sangat diperlukan bagi pemimpin organisasi.
Berdasarkan
ketiga pandangan tentang konflik tersebut, pihak pemimpin organisasi perlu
menganalisis dengan nyata konflik yang terjadi di organisasi, apakah konflik
itu fungsional atau disfungsional dan bagaimana manajemen konflik agar
berpengaruh positif bagi kemajuan organisasi.
Menurut
Stephen P. Robbins tentang perbedaan pandangan tradisional dan pandangan baru
(pandangan interaksionis) tentang konflik dapat dilihat berikut ini Perbedaan
Pandangan Lama dan Baru tentang Konflik
Pandangan Lama :
1.
Konflik dapat dihindarkan
2. Konflik
disebabkan oleh kesalahan–kesalahan manajemen dalam perancangan dan pengelolaan
organisasi atau oleh pengacau.
3. Konflik
menggangu organisasi dan menghalangi pelaksanaan optimal.
4. Tugas
manajemen adalah menghilangkan konfllik.
5. Pelaksanaan
kegiatan organisasi yang optimal membutuhkan penghapusan konflik.
Pandangan Baru :
1. Konflik
tidak dapat dihindarkan
2. Konflik
timbul karena banyak sebab, termasuk struktur organisasi, perbedaan tujuan yang
tidak dapat dihindarkan, perbedaan dalam persepsi dan nilai–nilai pribadi dan
sebagainya.
3. Konflik
dapat membantu atau menghambat pelaksanaan kegiatan organisasi dalam berbagai
derajat.
4. Tugas
manajemen adalah mengelola tingkat konflik dan penyelesaiannya.
5. Pelaksanaan
kegiatan organisasi yang optimal membutuhkan tingkat konflik yang moderat.
Segi fungsional konflik antara lain :
1. Manajer
menemukan cara penggunaan dana yang lebih baik.
2. Lebih
mempersatukan para anggota organisasi.
3. Manajer
mungkin menemukan cara perbaikan prestasi organisasi.
4. Mendatangkan
kehidupan baru di dalam hal tujuan serta nilai organisasi.
5. Penggantian
manajer yang lebih cakap, bersemangat dan bergagasan baru.
C. Bentuk–bentuk Konflik Struktural
Dalam
organisasi klasik ada empat daerah struktural di mana konflik sering timbul :
1. Konflik
hierarki, yaitu konflik amtara berbagai tingkatan organisasi. Contohnya,
konflik antara komisaris dengan direktur utama, pemimpin dengan karyawan,
pengurus dengan anggota koperasi, pengurus dengan manajemen, dan pengurus
dengan karyawan.
2. Konflik
fungsional, yaitu konflik antar berbagai departemen fungsional organisasi.
Contohnya, konflik yang terjadi antara bagian produksi dengan bagian pemasaran,
bagian administrasi umum dengan bagian personalia.
3. Konflik
lini staf yaitu konflik yang terjadi antara pimpinan unit dengan stafnya
terutama staf yang berhubungan dengan wewenang / otoritas kerja. Contoh :
karyawan staf secara tidak fornal mengambil wewenang berlebihan.
4. Konflik
formal informal yaitu konflik antara organisasi formal dan informal. Contoh :
Pemimpin yang menempatkan norma yang salah pada organisasi.
D. Jenis-jenis Konflik
Ada lima jenis konflik dalam kehidupan
organisasi :
1. Konflik
dalam diri individu, yang terjadi bila seorang individu menghadapi
ketidakpastian tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk melaksanakannya. Bila
berbagai permintaan pekerjaan saling bertentangan, atau bila individu
diharapkan untuk melakukan lebih dari kemampuannya.
2. Konflik
antar individu dalam organisasi yang sama, hal ini sering diakibatkan oleh
perbedaan–perbedaan kepribadian.Konflik ini berasal dari adanya konflik antar
peranan ( seperti antara manajer dan bawahan ).
3. Konflik
antar individu dan kelompok, yang berhubungan dengan cara individu menanggapi
tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja mereka. Sebagai
contoh, seorang individu mungkin dihukum atau diasingkan oleh kelompok kerjanya
karena melanggar norma–norma kelompok.
4. Konflik
antar kelompok dalam organisasi yang sama, karena terjadi pertentangan
kepentingan antar kelompok.
5. Konflik
antar organisasi, yang timbul sebagai akibat bentuk persaingan ekonomi dalam
sistem perekonomian suatu negara. Konflik ini telah mengarahkan timbulnya
pengembangan produk baru, teknologi, dan jasa, harga–harga lebih rendah, dan
penggunaan sumber daya lebih efisien.
E. Cara Mengatasi Konflik Kerja
Manajemen konflik dapat dilakukan dengan
cara antara lain :
1. Pemecahan
masalah ( Problem Solving ).
2. Tujuan
tingkat tinggi ( Lipsordinate Goal ).
3.
Perluasan sumber ( Ekspansion of Resources )
4. Menghindari
konflik ( avoidance ).
5.
Melicinkan konflik ( Smoothing ).
6. Perintah
dari wewenang ( Authoritative Commands ).
7. Mengubah
variabel manusia ( Altering the Human Variabel ).
8. Mengubah
variabel struktural ( Altering the Structural Variables ).
9. Mengidentifikasikan
musuh bersama ( Identifying a Common Enemy ).
F. Faktor Penyebab Konflik
1. Perbedaan individu, yang
meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap
manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan
perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan
perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor
penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak
selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di
lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada
yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
2. Perbedaan latar belakang
kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang
sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian
kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan
menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
3. Perbedaan kepentingan antara individu
atau kelompok.
Manusia
memiliki perasaan, pendirian, maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda.
Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok
memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal
yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda.
Sebagai
contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh
masyarakat menganggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari
kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani
menebang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk
membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan
kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan
bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus
dilestarikan.
Di
sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan
kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat.
Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik,
ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau
antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan
pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para
buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan
pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta
volume usaha mereka.
4. Perubahan-perubahan nilai yang
cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan
adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu
berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu
terjadinya konflik sosial.
Misalnya,
pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak
akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat
tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi
nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai
kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang
disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi
hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan.
Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang
pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu
yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri.
Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat
kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya
penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan
kehidupan masyarakat yang telah ada.
G. Akibat Konflik
Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai
berikut :
1. Meningkatkan
solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan
kelompok lain.
2. Keretakan
hubungan antar kelompok yang bertikai.
3. Perubahan
kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga
dll.
4.
Kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa
manusia.
5. Dominasi
bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
Para
pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat menghasilkan
respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap
hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini
akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut :
1. Pengertian
yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk
mencari jalan keluar yang terbaik.
2. Pengertian
yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk
"memenangkan" konflik.
3. Pengertian
yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang
memberikan "kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.
4. Tiada
pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk
menghindari konflik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan
melihat beberapa pernyataan dalam pembahasan di atas maka penulis dapat menarik
beberapa kesimpulan antara lain:
1. Konflik
adalah suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) di
mana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya
atau membuatnya tidak berdaya.
2. Konflik
biasanya timbul dalam organisasi sebagai hasil adanya masalah-masalah
komunikasi, hubungan pribadi, atau struktur organisasi.
3. Setiap
manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan
perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan
perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor
penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak
selalu sejalan dengan kelompoknya.
4. Stres Kerja adalah perasaan tertekan yang
dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Stress kerja ini tampak dari Simpton, antara lain emosi tidak stabil, perasaan
tidak tenang, suka menyendiri, sulit tidur, merokok yang berlebihan, tidak bisa
relaks, cemas, tegang, gugup, tekanan darah meningkat, dan mengalami gangguan
pencernaan.
5. Penyebab stres kerja antara lain beban kerja
yang dirasakan terlalu berat, waktu kerja yang mendesak, kualitas pengawasan
kerja yang rendah, iklim kerja yang tidak sehat, otoritas kerja yang tidak
memadai yang berhubungan dengan tanggung jawab, konflik kerja, perbedaan yang
lain antara karyawan dengan pemimpin yang prustasi dalam kerja.
B. Saran
Demikianlah penulisan makalah ini.Makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan, demi kesempurnaan makalah ini.
Segala bentuk kesalahan dalam penulisan makalah ini mohon
di maafkan.
Akhir kata, semoga
makalah ini banyak memberikan manfaat untuk kita semua,dan penulis
mengucapkan limpah terima kasih untuk kita semua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar